Ada rasa yang membuncah saat melihat penampilan siswa-siswi AIS (Asshodriyah Islamic School) saat acara Pentas Seni Islami minggu lalu. Kecerdasan mereka, keceriaan mereka, dan kemampuan mereka menyiratkan betapa besarnya peranan para guru di AIS.
Saya saja bangga melihatnya.
Apalagi rekan2 guru yang secara langsung memang mendidik mereka.
Cinta kasih sahabat2 AIS pada anak2 didik sudah tidak diragukan lagi. Bukankah demikian?
Damai hati saya setiap kali mengucapkan doa agar setiap personal yg ada di AIS bisa selalu saling menghargai dan menghormati – tidak terkecuali apapun jabatan dan peranannya.
Yakinlah bahwa kita tidak akan pernah bisa berdiri sendiri.
Yayasan Al Wathoniyah Asshodriyah tdk akan pernah maju tanpa peranan rekan2 guru, teman2 TU, bahkan teman2 di kerumahtanggaan (security, OB, toolman, dsb). Maka sudah sewajarnya jika kita saling menjaga dan membantu satu sama lain. Tidak elok rasanya jika ada salah satu pihak merasa tidak dihargai, tidak diayomi, atau tidak dianggap keberadaannya. Jika itu sampai terjadi, marilah duduk bersama, menyamakan lagi visi misi, dan menyatukan kembali hati kita. Tinggalkan ego, kedepankan kebersamaan. Buka hati seluas-luasnya hingga hanya ada cinta yang bisa kita rasa.
Dalam perjalanannya, wajar jika ada perbedaan dalam sikap dan kata. Namun jangan sampai perbedaan tersebut menimbulkan perpecahan di antara kita. Seperti slogan kita: one for all and all for one.
Dalam menyambut hari Guru ini, semoga setiap kita benar-benar bisa menjadi guru bagi kehidupan. Guru sejatinya adalah tidak hanya jabatan di sekolah, namun setiap kita adalah guru bagi diri kita, keluarga kita, dan siapapun yang mungkin kita temui dalam kehidupan kita, karena kita tidak pernah tau kapan kita telah menyentuh hati orang lain melalui perbuatan atau kalimat sederhana yang kita punya.
Last but not least, tidak ada guru tanpa murid. Dan tidak ada murid tanpa guru. Maka bersiaplah juga untuk menjadi murid, seorang pembelajar. Selalu buka hati kita, siapkan ruang di dalamnya untuk menerima ilmu baru dalam kehidupan kita. Dengan demikian akan semakin luaslah khazanah kebijaksanaan yang kita punya. Semakin rendah hati dan tunduk jiwa kita karena menyadari bahwa sebenarnya setiap kita adalah guru dan murid dalam waktu yang bersamaan, kecuali jika ada noktah arogansi dalam hatimu yang membuatmu selalu merasa lebih tinggi dari yang lain. Adakah rasa itu di hatimu?
Semoga jawabannya adalah TIDAK.
“Ideal teachers are those who use themselves as bridges over which they invite their students to cross, then having facilitated their crossing, joyfully collapse, encouraging them to create bridges of their own.” ~ Nikos Kazantzaki .
Selamat menjadi guru yang bijaksana dan penuh rasa syukur. Semoga segala kebaikan terbalaskan melalui pintu keberkahan di dunia dan akhirat kelak.
Regards,
Jatibening, November 2017
~when teaching teaches you how to behave~